Anak Jalanan di Kota Semarang
Nama : Muhammad Izzaul Haque
NIM :
G.311.13.0047
Anak Jalanan di
Kota Semarang
Semarang- Perkembangan sebuah kota dan masyarakatnya
terkadang menciptakan berbagai masalah yang ada di dalamnya, seperti berbagai
masalah sosial yang ada di sekitar masyarakat itu sendiri. Salah satunya adalah
anak jalanan yang terlahir dari kondisi masyarakat yang termarjinalkan oleh
keadaan, baik sosial maupun ekonomi dan sebab lainnya. Anak jalanan sering kali
menjadi tempat anak-anak terbuang dan kurang mampu untuk berkumpul dan
membentuk komunitas sendiri yang sering kali berbenturan dengan budaya yang ada
di sekitarnya karena sering kali menciptakan permasalahan hukum, moral, dan
pendidikan yang mereka abaikan karena terbiasa hidup di jalanan.
Semarang sendiri sebagai ibukota Jawa Tengah tidak
lepas dari masalah anak jalanan ini, sering kali kita lihat di setiap lampu
merah di sudut-sudut kota Semarang masih banyak terlihat anak jalanan yang
mengamen, menjual koran, atau pun sekedar bermain di jalanan tanpa pengawasan.
Berbagai upaya tentu sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang
untuk mengatasi dan mengurangi masalah ini, namun tetap saja dari tahun ke
tahun jumlah dari anak jalanan ini belum bisa turun secara signifikan. Gerakan
mandiri dari berbagai elemen masyarakat sendiri sudah mulai aktif untuk
mengurangi masalah anak jalanan ini, baik Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Mahasiswa, dan lain-lainnya sudah mulai bergerak untuk mengentaskan masalah
ini.
Rehabilitasi
Anak, Langkah Ampuh Atasi Anak Jalanan
Permasalahan
anak jalanan di kota Semarang menjadi salah satu perhatian dari dinas sosial
Jawa Tengah dengan melakukan berbagai hal untuk mengurangi jumlah anak jalanan
yang ada. Masalah sosial yang menjadi sebab dari timbulnya anak jalanan juga
harus diperhatikan dan dicegah.
“dinas sosial
melakukan rehabilitasi dengan pendekatan terhadap anak-anak jalanan lewat razia
terhadap mereka yang nantinya akan kami tempatkan di shelter atau rumah singgah
yang pemkot buat. Di sana kami didik mereka untuk mengetahui bahwa masa
anak-anak adalah masanya bermain dan belajar, bukan banting tulang untuk
mencari uang. Rehabilitasi kami lakukan dengan bantuan dari psikolog anak,
pengajar baik dari guru ataupun mahasiswa, dan lebih banyak mahasiswa yang
aktif dalam melakukan pengajaran, dan ini bentuk pengabdian mereka untuk
masyarakat.” Tutur Rudi Agus, Seksi Pelayanan & Rehabsos Anak dan Lansia
Dinas Sosial.
Rehabilitasi
terhadap anak merupakan salah satu langkah ampuh untuk mengurangi jumlah anak
jalanan, karena dengan rehabilitasi kita bisa memberi pengertian kepada anak
jalanan bahwa belum waktunya mereka di jalanan. Di saat rehabilitasi juga kita
mengetahui kenapa mereka pergi ke jalanan, karena saat rehabilitasi kita bisa membuat
anak lebih terbuka dengan pertanyaan dan bisa memberi mereka jawaban-jawaban
karena banyak pihak yang terlibat seperti psikolog dan mahasiswa.
Pendidikan Jemput Bola, Cara Efektif Mendidik Anak
Jalanan
Pendidikan
menjadi hal yang penting dan sering kali mahal bagi sebagaian orang, termasuk
juga bagi anak jalanan. Mahalnya biaya pendidikan dan kondisi perekonomian anak
jalanan yang berasal dari keluarga tidak mampu seperti menjadi penghalang anak
jalanan untuk menikmati manisnya pendidikan. Muchammad Ali, seorang guru dari
MA Futuhiyyah-1 dan wisudawan Magister
pendidikan terbaik Universitas PGRI Semarang mengatakan bahwa pendidikan jemput
bola, atau pendidikan langsung kepada anak jalanan di tempat dimana mereka
berada, baik di jalanan, taman, atau rumah singgah bisa menjadi solusi
alternatif untuk anak jalanan agar bisa merasakan pendidikan yang sama dengan
anak-anak lainnya. Pendidik bisa menjadi lebih dekat terhadap anak jalanan
karena tempat mereka kini sama, tidak ada sekat yang membatasi tentu hal itu
bisa membuat anak jalanan dapat nyaman dalam kegiatan belajar-mengajar.
Hal yang tidak
boleh dilupakan adalah bagaimana mendidikan anak jalanan untuk tidak lagi kembali
ke jalanan. “Hal terpenting adalah menyadarkan mereka bahwa anak-anak itu
berkewajiban akan belajar dan bermain, bukan bekerja.” Tutur Muchammad Ali saat ditemui di kediamannya di
Perumahan Majapahit, Mranggen, Demak.
Benarkah Faktor Ekonomi Menjadi Sebab Utama Anak
Jalanan?
Pelbagai
masalah sosial seperti kemiskinan, pengemis, pengamen dan anak jalanan adalah
akibat dari permasalahan ekonomi. Namun, apakah memang masalah ekonomi menjadi
sebab utama adanya anak jalanan. Wawan Setiawan, dosen Fakultas Ekonomi USM
mengatakan bahwa dalam sebuah penelitian lebih dari 80% penyebab anak jalanan
adalah karena himpitan ekonomi, bisa dikatakan yang menjadi sebab utama seorang
anak terjun ke jalanan adalah faktor ekonomi. Memang tidak bisa dipungkiri
masalah ekonomi kadang bisa membuat seseorang buta, langkah apa saja bisa
dihalalkan demi memperoleh harta dan apa yang mereka inginkan.
Langkah aktif
dari pemerintah untuk memperbaiki ekonomi memang seharusnya cepat dilaksanakan
agar kemiskinan cepat terselesaikan dan pelbagai masalah sosial mulai
berkurang. “Salah satu cara yang bisa diambil adalah langkah aktif dari
pemerintah memberi bantuan modal kepada orang tua dari anak jalanan ini untuk
membuat usaha agar bisa keluar dari kemiskinan, langkah tersebut akan efektif
bila pemerintah dan lembaga pendidikan selalu mendampingi orang tua untuk
memanfaatkan modal dengan baik dan menjaga usahanya. Perkuatan ekonomi
masyarakak tentu akan mengurangi berbagai masalah sosial seperti premanisme,
gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan masalah sosial lainnya. Visi ke depan
adalah pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat kejahatan karena
penggangguran umumnya, pencegahan timbulnya anak jalanan karena ekonomi yang
kuat tentu orang tua tidak akan membiarkan anak berkeliaran di jalanan.” Tutur
Wawan Setiawan saat ditemui di pojok Bursa Efek Indonesia (BEI) Fakultas
Ekonomi USM.
Jeratan Hukum Bagi Eksploitator Anak
Anak
jalanan sering kali timbul dari himpitan ekonomi sehingga memaksa anak-anak
untuk turun ke jalanan hanya sekadar untuk mencari sesuap nasi sebagai
penyambung hidup mereka. Namun, sering kali praktek di lapangan anak jalanan
ini sudah dikoordinir oleh satu orang yang bisa disebut sebagai pengawas
operasi anak jalanan. Mereka memaksa anak untuk mengamen, mengemis, menjual
koran, dan bisa saja kea rah kriminal seperti mencopet dan mencuri. Hal ini
yang disebut sebagai tindakan ekspoitasi terhadap anak.
Muhammad Junaidi
mengatakan, bahwa dalam UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal
1 (2) menyatakan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.” Melihat UU
tentang perlindungan anak tersebut, seharusnya setiap anak mendapatkan hak yang
sama, tidak terkecuali bagi anak jalanan. Namun seringkali hak anak jalanan
tersebut diabaikan dan anak dimanfaatkan secara paksa.
“Hukuman sesuai
dengan pasal-pasal yang sudah tertera dan menurut saya sendiri orang yang
mengeksploitasi anak harus dihukum dengan hukuman seberat-beratnya, karena agar
peristiwa yang banyak kita saksikan di televisi seperti pelecehan seksual
terhadap anak, bahkan hingga pembunuhan tidak akan terlulang kembali.” Tutur
Muhammad Junaidi saat ditemui di Fakultas Hukum USM.
Kestabilan Kondisi Psikis Untuk Anak Jalanan
Lingkungan
jalanan yang keras bisa membentuk kondisi psikis atau kejiwaan seseorang terutama
anak-anak yang masih sangat mudah menerima pengaruh dari luar untuk tumbuh
dewasa sebelum waktunya. Kondisi yang terpinggirkan dan tidak bisanya
mendapatkan akses pendidikan yang baik membuat anak jalanan rentan terhadap
kondisi psikis yang tidak stabil. Kedewasaaan emosi yang belum terbentuk bisa
sewaktu-waktu meledak dan menimbulkan stress pada anak. Roestamadji atau
mahasiswa USM sering memanggilnya pak Djaji mengatakan lingkungan sekitar
dimana seseorang hidup dapat membentuk pribadi orang tersebut, sama halnya
dengan anak jalanan, lingkungan jalanan yang keras tentu bisa mempengaruhi
kehidupan si anak nantinya. Dewasa sebelum waktunya sering terjadi pada anak,
kata-kata kotor, tindakan-tindakan yang kurang pantas, rokok dan lain
sebagainya akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Lalu, solusi
seperti apa yang harus dilakukan agar kondisi psikis anak jalanan sama dengan
anak-anak seumuran mereka? “hal terpenting adalah pengawasan. Pengawasan
menjadi sangat penting karena dalam pengawasan kita bisa melakukan kontroling
dan sortir hal-hal yang kurang pantas bagi anak-anak. Dalam pengawasan juga
kita bisa aktif mendidik anak untuk mengembangkan hal baik yang menjadi potensi
dan mengurangi tindakan buruk yang mungkin bisa dilakukan bila pengawasan tidak
dilakukan. Menjaga kondisi psikis tetap stabil memang sulit, untuk anak sendiri
yang mudah sekali menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain kita harus
hati-hati dalam melakukan apapun, jika bisa saat dihadapan anak-anak kita harus
bertindak, bertutur yang baik-baik saja.” Tutur Roestamadji saat ditemui
disela-sela kesibukan di Fakultas Psikologi USM.
Satoe Atap, Wadah Bagi Anak Jalanan di Kota Semarang
Berbagai
persepsi dapat timbul di saat kita mendengarkan kata “anak jalanan”. Mulai dari
anak-anak yang berpakaian lusuh yang sering berkeliaran di jalanan, anak-anak
yang sering mengamen dan mengemis di lampu merah dan lain sebagainya. Tapi
pernahkan kita berfikir jika mereka juga adalah bagian dari generasi penerus
bangsa yang harus diperhatikan, mereka bukan generasi “gagal” yang harus
disingkirkan, sama halnya seperti anak-anak lain di Indonesia ini, mereka punya
hak yang sama untuk menikmati hari-hari mereka layaknya anak-anak pada umumnya,
bergembira, bermain, belajar dan bermimpi menjadi apa saja sesuai keinginan
mereka dan mengejarnya sama seperti kita.
Satoe Atap
sendiri berdiri pada tahun 2007 dari sekumpulan mahasiswa Undip yang peduli
dengan pendidikan dan kesejahteraan anak-anak di sekitaran kampus Undip
Pleburan, hingga perkembangannya kini anggota dari Satoe Atap sudah mulai
banyak dari kampus lain seperti UPGRIS, Unika, Unisula, Udinus dan masih banyak
lagi. Filosofi dari Satoe Atap sendiri adalah Sayang Itoe Tanpa Pamrih.
Ahmad
Khoiruddin, salah satu pengajar dan koordinaot dari Satoe Atap mengatakan bahwa
langkah mereka dalam mengatasi permasalahan anak jalanan di kota Semarang
adalah lewat jalur pendidikan. Anak jalanan tidak perlu memikirkan biaya dalam
masalah pendidikan, Satoe Atap berusaha menyediakan pendidikan bagi anak
jalanan dengan harapan bisa mengubah nasih mereka menjadi lebih baik lagi.
“Harapan kami
Satoe Atap akan menjadi wadah untuk anak-anak yang kurang beruntung agar mereka
bisa merasakan bagaimana pendidikan itu. Mimpi kami adalah anak-anak jalanan di
kota Semarang bisa lebih besar dalam memandang hidup ini, jangan pernah
menyerah dengan keadaan, walaupun kondisi perekonomia mereka sangat
berkekurangan tapi jangan pernah pasrah dengan keadaan. Kita harus bersama-sama
bangkit dari kemiskinan melalui jalan pendidikan, kita harus terdidik agar bisa
keluar dari jurang kemiskinan, jangan pernah memandang sempit dunia karena
dunia itu luas dan masih banyak hal yang belum kita ketahui.” Ungkap Ahmad
Khoiruddin di tengah kesibukannya mengajar di spot pengajaran jalan Seroja
(belakang hotel Horizon). (MIH)
Mantap gan artikel nya....................
ReplyDeletePoker
Domino
AduQ
BandarQ
Bandar Poker
Capsa Susun
Bandar Sakong
Sbobet
Maxbet
Klik4d
Isin4d
Tangkas Net
88 Tangkas
Cbo855