Intelek Vs Intelek





Sobat Alif yang super, kita sekarang hidup di abad 21, abadnya teknologi dan informasi. Teknologi dan informasi tidak bias dilepaskan lagi dari kehidupan kita sekarang ini. Teknologi dan informasi telah mengubah budaya-budaya luhur bangsa Indonesia umumnya, Khususnya budaya-budaya Islam di era modern ini yang cenderung mengarah kea rah negatif. Kita sudah amat tergantung dengan kenyaman dan kecanggihan teknologi sehingga kita kadang lupa, lupa akan apa ?  Lupa akan tugas kita di dunia ini yakni beribadah kepada Allah SWT. Yang saya maksud ddengan beribadah di sini bukan hanya sekedar menjalankan perintah agama saja, tapi segala hal baik yang di lakukan manusia untuk mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Kuasa.

 
Nah, kenapa saya menulis artikel ini dengan judul “Intelek vs Intelek” ? Karena biar terlihat keren aja (hehehe…). Sekarang serius, maksudya adalah semakin berkembangnya zaman teknologi dan informasipun ikut berkembang juga. Oleh karena itu pasti ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan kondisi ini untuk memperoleh keuntungan bagi mereka. Yang ingin saya bahas dalam artikel saya ini adalah pihak-pihak/kelompok-kelompok yang ingin menjatuhkan ISLAM baik dari luar/dalam dengan memanfaatkan kemajuan dan perkembangan teknologi dan informasi saat ini untuk mengubah budaya/norma-norma luhur Islam dan Indonesia tsb dengan budaya yang kebarat-baratan(Westenisasi).
Memang tak bias dipungkiri lagi, kaum Muslimin/Muslimat banyak yang menikmati perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini. Tapi terkadang penggunaannya tanpa di filter terlebih dahulu. Mana yang baik, mana yang buruk. Itu yang menjadi masalahnya, sekarang para pemuda/di Muslim terlalu gampang ikut-ikutan budaya/hal-hal yang sedang nge-Trend  tanpa tahu-menahu asal-usul dan maksud dari budaya/hal tersebut. Ini karena semakin mudahnya akses informasi yang membabi buta masuknya tanpa sortir terlebih dahulu.
Empat belas abad yang lalu, di saat Islam mencapai puncaknya, Rasulullah SAW telah memprediksikan tentang nasib umat Islam di masa yang akan datang, sebagai tanda nubuwwah beliau. Nasib umat Islam pada masa itu digambarkan oleh Rasulullah seperti seonggok makanan yang diperebutkan oleh sekelompok manusia yang lapar lagi rakus.

Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits:
“Beberapa kelompok manusia akan memperebutkan kalian seperti halnya orang-orang rakus yang memperebutkan hidangan.”

Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena kami waktu itu sedikit, ya Rasulullah?”.

Jawab Rasul : “Tidak! Bahkan waktu itu jumlah kalian sangat banyak. Akan tetapi kalian waktu itu seperti buih lautan. Dan sungguh, rasa takut dan gentar telah hilang dari dada musuh kalian. Dan bercokollah dalam dada kalian penyakit wahn”.

Kemudian sahabat bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan penyakit wahn itu ya Rasulullah?”.

Jawab beliau : “Cinta dunia dan takut mati”.

Kita bisa membayangkan bagaimana nasib seonggok makanan yang menjadi sasaran perebutan dari orang-orang kelaparan yang rakus. Tentu saja dalam sekejap mata makanan yang tadinya begitu menarik menjadi hancur berantakan tak berbekas, lumat ditelan para pemangsanya.

Demikian pula dengan kondisi umat Islam saat ini. Umat Islam menjadi bahan perebutan dari sekian banyak kepentingan yang apabila kita kaji lebih jauh ternyata tujuan akhirnya adalah sama, kehancuran umat Islam !
Sekarang, perang tidak hanya melalui kontak fisik saja. Tapi semakin berkembangnya zaman maka sekarang terkenal istilah “Perang Pemikiran atau Ghazwul Fikr”. Perang pemikiran adalah suatu cara yang digunakan oleh pihak yang sangat memusuhi Islam dengan merusak dasar/sendi-sendi agama Islam. Perang pemikiran berbeda dengan perang militer atau fisik. Perang pemikiran lebih ‘mudah’, hemat waktu dan biaya bahkan lebih efektif dari perang fisik yang banyak menguras tenaga juga biaya yang tidak sedikit.
Yang menjadi sasaran perang pemikiran adalah pola pikir dan akhlak. Kenapa harus pola pikir dan akhlak, karena apabila orang terus-menerus di’cekoki’ oleh pemikiran/ide-ide liar, maka lama kelamaan orang itu yang semula menolak, akan berubah menjadi menerima. Dari yang sekedar menerima itu akan berubah menjadi suka. Selanjutnya akan timbul dalan dirinya tata sikap yang sama persis dengan mereka. Bahkan pada akhirnya ia akan menjadi pendukung setia tata hidup jahiliyah tersebut, ini biasanya menimpa para ABG labil yang masih mencari jati diri mereka sehingga mudah sekali menerima hal-hal baru tanpa ditimbang dulu baik dan buruknya. Seperti contohnya adanya pergaulan bebas antara wanita dan pria yang bukan muhrim, seperti kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.(pacaran…???)
Sungguh berbahayanya perang pemikiran itu. Ia akan menyeret seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya seutas rambut yang dicelupkan ke dalam adonan roti, kemudian ditarik dari adonan tersebut. Tak akan ada sedikitpun adonan roti yang menempel pada rambut. Rambut itu keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah, seseorang hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa terasa!

Dari hasil bertanya pada pada Mbah Google. Ada beberapa jenis perang pemikiran, di antaranya :
1. Perusakan Akhlaq


Dengan berbagai media yang kadang menyudutkan, bahkan yang anti Islam melancarkan program-program yang bertujuan merusak akhlaq generasi muslim. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai yang tua renta sekalipun. Di antara bentuk perusakan itu adalah lewat majalah-majalah, televisi, serta musik. Dalam media-media tersebut selalu saja disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang pola hidupnya jelas-jelas jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup dan ucapan-ucapan yang mereka lontarkan.
Dengan cara itu, mereka telah berhasil membuat idola-idola baru yang gaya hidupnya jauh dari adab Islam. Hasilnya betul-betul luar biasa, banyak generasi muda kita yang tergiur dan mengidolakan mereka. Na’udzubillahi min dzalik!

2. Perusakan Pola Pikir.


Dengan memanfaatkan media-media tersebut di atas, mereka juga sengaja menyajikan berita yang tidak jelas kebenarannya, terutama yang berkenaan dengan kaum muslimin. Seringkali mereka memojokkan posisi kaum muslim tanpa alasan yang jelas. Mereka selalu memakai kata-kata; teroris, fundamentalis untuk mengatakan para pejuang kaum muslimin yang gigih mempertahankan kemerdekaan negeri mereka dari penguasaan penjajah yang zhalim dan melampui batas. Sementara itu di sisi lain mereka mendiamkan setiap aksi para perusak, penindas, serta penjajah yang sejalan dengan mereka; seperti Israel, Atheis Rusia, Fundamentalis Hindu India, Serbia, serta yang lain-lainnya. Apa-apa yang sampai kepada kaum muslimin di negeri-negeri lain adalah sesuatu yang benar-benar jauh dari realitas. Bahkan, sengaja diputarbalikkan dari kenyataan yang sesungguhnya.
3.Sekulerisasi Pendidikan.


Hampir di seluruh negeri muslim telah berdiri model pendidikan sekolah yang lepas dari nilai-nilai keagamaan. Mereka sengaja memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan di sekolah. Sehingga muncullah generasi-generasi terdidik yang jauh dari agamanya. Sekolah macam inilah yang mereka dirikan di bumi Islam pada masa penjajahan (imperialisme), untuk menghancurkan Islam dari dalam tubuhnya sendiri.
4.Pemurtadan.


Ini adalah program yang paling jelas kita saksikan. Secara terang-terangan orang-orang non muslim menawarkan “bantuan” ekonomi; mulai dari bahan makanan, rumah, jabatan, sekolah, dan lain-lainnya untuk menggoyahkan iman orang-orang Islam.
Untuk itu sobat Alif, mulai sekarang kita harus berhati-hati dengan budaya-budaya yang ingin menyudutkan Islam dan menghancurkan persaudaraan antar umat Islam. Paling tidak kita bisa menjaga diri kita terlebih dahulu dari bahaya konspirasi yang ada. Semoga ALLAH SWT selalu melindungi kita semua.
Buka mata dan selalu waspada, karena “mereka” ada di sekitar kita…


Ini adalah tulisan saya pada buletin "ALIF", Buletin yang ada di sekolah saya dulu, Madrasah Futuhiyyah - 1 (MAFSA/MAFUTSA)

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH DRAMA MINAK JINGGO DAN DAMARWULAN

Contoh Script Acara Televisi (Tugas Produksi Tv)

Contoh Naskah Drama Teatrikal (Kampanye Stop KDRT Jateng 2016)