"Kebenaran" Teori Evolusi Spesies
Evolusi memang terjadi dalam dunia, tetapi tidak terbukti mengarah ke evolusi spesies. Evolusi hanya terjadi sebatas variasi, misalkan pasangan berbeda ras akan menghasilkan keturunan lain yang merupakan variasi di antara keduanya. Begitu juga dengan evolusi alam yang semakin rusak. Untuk selanjutnya, artikel ini menggunakan istilah “EVOLUSI” dalam konteks “EVOLUSI SPESIES”, bukan variasi dan perubahan alam. Karena variasi dan perubahan alam jelas terjadi, tetapi tidak demikian dengan evolusi spesies.
Kelemahan umum teori Evolusi
Hukum utama Ilmu Pengetahuan Alam: “Jika sebuah teori tidak menerangkan dan tidak tepat pada bukti-bukti, maka teori itu dinyatakan gagal atau tidak berlaku.”
Tiga kelemahan fatal di dalam Teori Evolusi:
Kelemahan fatal ke-1: Tidak ada rumus matematik.
Rumus adalah satu-satunya cara yang tersedia untuk menguji sebuah teori. Setiap teori ilmiah memiliki sebuah rumusan, kecuali Teori Evolusi.
* Teori Evolusi bukanlah sebuah Hukum dan tidak juga sebuah Bukti
* Teori Evolusi telah gagal untuk menghasilkan sebuah rumusan kerja
* Teori Evolusi kehilangan rumus dan tidak berlaku secara ilmiah
Kelemahan fatal ke-2: Tidak adanya mekanisme genetika.
Bakteri yang paling dasar memiliki 500 gen, sedangkan manusia memiliki lebih dari 22 ribu gen. Untuk sebuah bakteri berevolusi menjadi manusia, ia harus mampu menambah gen mereka. Tetapi tidak ada mekanisme genetik yang menambah sebuah gen. Penemuan DNA membuat Teori Darwin semakin jauh dari ilmiah.
Kelemahan fatal -3: Lahirnya bayi yang tak berdaya
Menurut Darwin, hanya yang terkuat yang akan bertahan. Namun, pada kenyataannya, mamalia dan burung melahirkan bayi-bayi yang tidak berdaya.
Darwin sengaja mengabaikan bayi-bayi yang tak berdaya untuk menyelamatkan teorinya. Mungkin wajar Darwin mengemukakan teori ini karena keterbatasannya di masa lalu. Namun, dengan perkembangan ilmu dewasa ini, sulit mempertahankan teori Darwin. Yang mempertahankan secara ilmiah sepertinya hanya ingin mencari kemungkinan kebenaran teori ini. Namun, banyak juga yang mempertahankannya secara tidak ilmiah, yaitu kaum ateis dan materialis. Padahal mungkin Darwin sendiri tidak berpikir mengaitkan teorinya ini ke arah paham tertentu.
Ada lagi keanehan, Dr. Richard Dawkins (pendukung teori Darwin) menjabarkan proses evolusi mulai dari makhluk hidup paling sederhana hingga manusia:
* Prokaryotes (4 milyar tahun lalu)
* Eukaryotes (2 milyar tahun lalu)
* Organisme multiseluler (1 milyar tahun lalu)
* Hewan sederhana (600 juta tahun lalu)
* Arthropoda (nenek moyang serangga dan krustasea) 570 juta tahun lalu
* Hewan yang lebih kompleks (550 juta tahun lalu)
* Ikan(500 juta tahun lalu)
* Protoamphibi (kurang dari 500 juta tahun)
* Serangga (400 juta tahun lalu)
* Amphibi (360 juta tahun lalu)
* Reptil (300 juta tahun lalu)
* Mammalia (200 juta tahun lalu)
* Burung (150 juta tahun lalu)
* Manusia (termasuk hominid) 2 juta tahun lalu
Jika benar mahluk hidup berasal dari dari sel, lalu berevolusi menjadi binatang dan kemudian menjadi manusia, maka muncul beberapa pertanyaan sehubungan Teori ‘penciptaan’ Darwin di atas:
* Mengapa kuman, bakteri, ikan, katak, reptil, binatang memamah biak dan burung-burung tetap ada sampai sekarang?
* Jika proses metamorfosis dipakai sebagai contoh berevolusinya kehidupan mahluk hidup, mengapa itu hanya terjadi pada katak dan kupu-kupu saja?
* Jika benar bahwa manusia berasal dari kera, mengapa kera /monyet dengan segala jenisnya dan manusia dengan segala rasnya tetap ada?
Pada tanggal 22 Desember 1938, terjadi sebuah penemuan yang sangat menarik di Samudera Hindia. Di sana berhasil ditangkap hidup-hidup salah satu anggota famili Coelacanth, yang sebelumnya diajukan sebagai bentuk “transisi ikan menjadi amphibi” yang telah punah 70 juta tahun lalu! Tak diragukan lagi, penemuan prototipe Coelacanth “hidup” ini menjadi pukulan hebat bagi para evolusionis. Seorang ahli paleontologi evolusionis, J.L.B. Smith, mengatakan bahwa ia tak akan sekaget ini jika bertemu dengan seekor dinosaurus hidup. Pada tahun-tahun berikutnya, 200 ekor Coelacanth berhasil ditangkap di berbagai penjuru dunia. Nelayan Indonesia bernama Yustinus Lahama menemukan ikan coelacanth (Latimeria chalumnae) tahun 2007.
A. Kelemahan teori evolusi tentang manusia
Para pendukung teori Darwin berkesimpulan bahwa bentuk awal spesies manusia berawal di Asia sejak 500.000 ribu tahun yang lalu. Penemuan di Afrika Timur menambah informasi bahwa transisi dari bentuk tersebut ke bentuk kera yang menyerupai manusia (homonids) terjadi pada 14 juta tahun yang lalu. Setelah melewati proses sangat lamban (11 juta tahun kemudian), muncul bentuk yang diklasifikasikan sebagai Homo.
Jenis pertama dalam klasifikasi ini adalah Advanced Australophitecus dari Afrika, sekitar 2 juta tahun yang lalu. Setelah sekitar 1 juta tahun, muncul Homo Erectus dan ditambah lagi 900.000 tahun (50.000 SM) barulah muncul jenis manusia primitif pertama yaitu, Neanderthal. Yang perlu dicatat adalah perkakas primitif seperti batu tajam yang dipergunakan Advanced Australophitecus dan Neandertha berbentuk hampir mirip, padahal rentang waktu antara kedua jenis tersebut adalah 2 juta tahun. Artinya selama rentang masa itu, perkembangan peradaban dan intelektualitas berjalan dalam percepatan yang sangat lambat.
Lalu secara mendadak dan tiba-tiba 35.000 tahun lalu muncul suatu species baru yaitu Homo Sapiens (manusia berpikir) di wilayah Mediterania, setelah punahnya species Neanderthal dengan sebab yang diperkirakan oleh para ahli akibat kondisi iklim yang memburuk pada waktu itu. Spesies baru ini yang disebut Homo Sapiens atau Cro Magnon sudah memiliki bentuk fisik seperti kita sekarang ini, dan memiliki peradaban yang lebih maju dibandingkan spesies sebelumnya. Mereka hidup di gua-gua, sudah mengenal pakaian dan perkakas yang lebih halus dan fungsional yang dibuat dari kayu dan tulang. Lukisan2 yang ditemukan di dinding2 gua tersebut menunjkan bahwa mereka sudah memiliki cita rasa seni, emosi dan religi.
Disinilah letak kelemahan prinsip “The Missing Link” teori Darwin, Mengapa bisa terjadi lonjakan spesies, peradaban, kebudayaan dan teknologi seperti itu.? Menurut Prof. Theodosius Dobhansky (pengarang buku Mankind Evolving) yang paling mengherankan adalah bukan keterbelakangan manusia purba, tetapi adalah kemajuan kita, manusia modern yang sangat pesat. Menurutnya, dengan percepatan evolusi normal manusia sekarang harusnya masih dalam tahap primitif, untuk mengembangkan perkakas batu saja diperlukan 2 juta tahun lagi. Bahkan, mungkin dengan evolusi 10 juta tahun lagi manusia baru mencapai dasar ilmu astronomi dan matematika. Tapi justru kita, manusia yang hanya berselisih sekitar 50.000 tahun saja sudah dapat mendaratkan pesawat di bulan dengan teknologi komputer.
Ralph Solecki, arkeolog yang menemukan penemuan yang sangat mengejutkan di gua Shanidar Timur tengah pada tahun 1957. Pada saat penggalian tersebut terkuak bukti-bukti bahwa peradaban manusia tidak menunjukkan kemajuan seiring dengan perjalanan waktu, melainkan malah menunjukan kemunduran.dari tahun 27.000 SM hingga 11.000 SM ditemukan bukti bahwa populasi manusia menyusut dan hampir punah dari seluruh area tersebut selama masa 16.000 tahun. Lalu di titik 11.000 SM itulah muncul jenis Homo Sapiens yang langsung dan sekaligus membawa peradaban, budaya, dan teknologi yang jauh lebih maju.
Lalu akan timbul pertanyaan dalam benak kita, “ Apakah kita atau leluhur kita bisa mencapai peradaban dan teknologi tersebut dengan usaha sendiri atau ada campur tangan pihak lain, ( misalnya pewarisan) teknologi dari peradaban lain yang lebih maju?”
Kebudayaan yang sudah maju pada jaman dahulu, mis: peradaban Lembah Sungai Nil dan kebudayaan Maya & Inca. Dari mana semua ini berasal?
Ahli purbakala Graham Hancock dalam esainya tahun 2000 mengemukakan teori bahwa kompleks kuil Angkor Wat di Kamboja merefleksikan susunan rasi bintang Draco, dan dalam risetnya mengenai kota yang hilang Atlantis berpendapat bahwa kemungkinan besar penduduk Atlantislah yang pada saat itu telah memiliki pengetahuan yang sangat luas dan mewariskan pengetahuan tersebut ke bangsa lainnya. Sebelum akhirnya mereka musnah akibat Atlantis tenggelam. Teori yang menarik, mengingat rata2 bangunan ini dibangun pada rentang waktu 12.000 – 3.000 tahun yang lalu. Di kala manusia pada saat itu masih pada jaman batu. Ahli arkeologis Kristen berasumsi bahwa penduduk Atlantis tenggelam karena air bah, tetapi hanya Nuh sekeluarga yang diselamatkan dan meneruskan kebudayaan Atlantis.
Dengan asumsi teori Darwin, maka sulit dipercaya manusia yang masih primitif memiliki metode konstruksi bangunan raksasa dengan keakuratan geometri mengagumkan dan salah satu motifnya adalah pengamatan astronomi, tanpa bantuan alat2 berat atau mesin canggih yang dimiliki manusia modern sekarang. Bahkan, saking rumit dan besarnya bangunan tersebut, diragukan jika manusia sekarang bisa meniru pembuatan struktur tersebut.
Manusia Piltdown: Rahang Orang Utan dan Tengkorak Manusia!
Seorang dokter terkenal yang juga ahli paleoantropologi amatir, Charles Dawson, menyatakan bahwa ia telah menemukan tulang rahang dan fragmen tengkorak di dalam sebuah lubang di Piltdown, Inggris, pada tahun 1912. Tulang rahang tersebut lebih mirip tulang rahang kera, tetapi gigi dan tengkorak-nya seperti milik manusia. Spesimen ini dinamakan “Manusia Piltdown”. Fosil ini diduga berusia 500 ribu tahun, dan dipajang di beberapa museum sebagai bukti mutlak evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun, telah banyak artikel ilmiah mengenai “Manusia Piltdown” ditulis, sejumlah penafsiran dan gambar dibuat, dan fosil tersebut dikemukakan sebagai bukti penting evolusi manusia.
Akan tetapi, dalam analisis terperinci yang diselesaikan oleh Weiner, ternyata semua adalah kepalsuan. Hal ini diumumkan pada tahun 1953. Tengkorak tersebut milik manusia yang berusia 500 tahun, dan tulang rahangnya milik kera yang baru saja mati! Kemudian gigi-gigi disusun berderet dan ditambahkan pada rahangnya secara khusus, dan sendinya dirancang menyerupai sendi manusia. Lalu semua bagian diwarnai dengan potasium dikromat agar tampak tua. Warna ini memudar ketika dicelup dalam larutan asam. Dengan terungkapnya fakta ini, “Manusia Piltdown” kemudian segera disingkirkan dari British Museum setelah lebih dari 40 tahun dipajang di sana.
Bagaimana dengan berbagai jenis manusia purba yang lain?
Menurut skema rekaan evolusionis, evolusi internal spesies Homo adalah sebagai berikut: pertama Homo erectus, kemudian Homo sapiens purba dan Manusia Neandertal, lalu Manusia Cro-Magnon dan terakhir manusia modern. Akan tetapi, semua klasifikasi ini ternyata hanya ras-ras asli manusia. Perbedaan di antara mereka tidak lebih dari perbedaan antara orang Inuit (eskimo) dengan negro atau antara pigmi dengan orang Eropa. Sedangkan fosil-fosil lainnya adalah spesies kera.
B. Kelemahan teori Evolusi berdasarkan ilmu genetika
DNA ( Deoxyribo Nucleic Acid ) sebagai susunan struktur dasar pembentuk kehidupan sudah dikenal dalam ilmu biologi dan genetika abad 20. Dicetuskan oleh ilmuwan pemenang Nobel Biologi bernama Francis Crick yang menemukan struktur double helix dari DNA. Melalui teorinya yang mencengangkan, yaitu Directed Panspermia pada tahun 1973, Crick mendeklarasikan “ ASAL MULA DNA BUKANLAH DARI BUMI ” melainkan datang dari suatu tempat di luar bumi. Crick menemukan bahwa asal mula bentuk kehidupan di dunia ini berasal dari sumber yang tunggal bukan dari sumber yang jamak. Dan dalam kasus DNA manusia unsur-unsur kimia pembentuknya justru lebih banyak terdiri dari unsur-unsur yang tidak banyak terdapat dibumi. Sungguh aneh memang jika DNA diasumsikan terjadi karena proses kimia dan fisika dibumi, kenapa justru DNA itu sendiri banyak mengandung unsur2 yang justru langka di bumi.
Hipotesis Crick :
1. Kode genetik adalah identik pada semua mahluk hidup
2. Bentuk2 kehidupan awal muncul secara tiba-tiba dibumi ini, tanpa adanya tanda2 eksistensi dari nenek moyang sebelumnya.
Mungkinkah DNA ini berasal dari luar bumi sana? Mungkin sekali dan sampai saat ini belum ada bantahan mengenai teori Crick ini, malah beberapa ilmuwan justru menguatkan teori tersebut. Dan DNA ini tidak mungkin terbawa secara tidak sengaja oleh komet atau meteor karena sesuatu yang hidup akan mengalami kematian di perjalanan tersebut. Kemungkina lain juga bahwa DNA ini di bawa dengan transportasi khusus ke bumi dan siapapun yang membawanya kemudian melakukan penanaman genetik. Dan apakah munculnya Homo sapiens secara tiba2 akibat dari penanaman kode genetik ini? Seakan ada kuasa adikodrati yang melakukan hal itu.
Akan tetapi, pengikut Darwin berfokus kepada pertanyaan tentang asal usul variasi menguntungkan yang diasumsikan menjadi penyebab makhluk hidup berevolusi sebuah masalah yang tidak mampu dijelaskan oleh Darwin sendiri dan dielakkan dengan bergantung pada teori Lamarck. Gagasan mereka kali ini adalah “mutasi acak” (random mutations). Mereka menamakan teori baru ini “Teori Evolusi Sintetis Modern” (The Modern Synthetic Evolution Theory), yang dirumuskan dengan menambahkan konsep mutasi pada teori seleksi alam Darwin. Dalam waktu singkat, kaum ateis dan materialis yang berusaha mempertahankan pahamnya dengan teori ini, dikenal sebagai “neo-Darwinisme” dan mereka yang mengemukakannya disebut “neo-Darwinis”.
Teori ini dapat kita anggap sebagai teori evolusi yang “paling diakui” saat ini, menyatakan bahwa kehidupan telah mengalami perubahan atau berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: “seleksi alam” dan “mutasi”. Dasar teori ini sebagai berikut: seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi. Modifikasi evolusioner berasal dari mutasi secara acak yang terjadi pada struktur genetis makhluk hidup. Sifat-sifat yang ditimbulkan oleh mutasi kemudian diseleksi melalui mekanisme seleksi alam dan dengan demikian makhluk hidup berevolusi.
Beberapa dekade berikutnya menjadi era perjuangan berat untuk membuktikan kebenaran teori evolusi sintetis modern. Telah diketahui bahwa mutasi atau “kecelakaan” yang terjadi pada gen-gen makhluk hidup selalu membahayakan. Ilmuwan berupaya memberikan contoh “mutasi yang menguntungkan” dengan melakukan ribuan eksperimen mutasi. Akan tetapi semua upaya mereka berakhir dengan kegagalan total.
Mereka juga berupaya membuktikan bahwa makhluk hidup pertama muncul secara kebetulan di bawah kondisi-kondisi bumi primitif, seperti yang diasumsikan teori tersebut. Akan tetapi eksperimen-eksperimen ini pun menemui kegagalan. Setiap eksperimen yang bertujuan membuktikan bahwa kehidupan dapat dimunculkan secara kebetulan telah gagal. Perhitungan probabilitas membuktikan bahwa tidak ada satu pun protein, yang merupakan molekul penyusun kehidupan, dapat muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, tidak dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang tercanggih sekalipun.
Eksperimen Miller
Tujuan Stanley Miller adalah mengajukan penemuan eksperimental yang menunjukkan bahwa asam amino, bahan pembangun protein, dapat muncul “secara kebetulan” di bumi yang tidak berkehidupan miliaran tahun lalu.
Dalam eksperimennya, Miller menggunakan campuran gas yang diasumsikan terdapat di bumi purba (yang kelak terbukti tidak realistis) terdiri dari amonia, metan, hidrogen dan uap air. Karena dalam kondisi alamiah gas-gas ini tidak saling bereaksi, Miller memberikan stimulasi energi untuk memulai reaksi antara gas-gas tersebut. Dengan menganggap energi ini bisa berasal dari kilat dalam atmosfir purba, ia menggunakan sumber penghasil listrik buatan untuk menyediakan energi tersebut.
Miller mendidihkan campuran gas ini pada suhu 100°C selama seminggu, dan sebagai tambahan dia mengalirkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan tiga dari 20 jenis asam amino, bahan dasar protein telah tersintesis.
Eksperimen ini membangkitkan semangat evolusionis dan dianggap sebagai sukses besar. Dalam luapan kegembiraan, berbagai terbitan memasang tajuk utama seperti “Miller menciptakan kehidupan”. Akan tetapi, molekul-molekul yang berhasil disintesis Miller ternyata hanya beberapa molekul “tidak hidup”.
Didorong oleh eksperimen ini, evolusionis segera membuat skenario baru. Hipotesis tahap lanjutan tentang pembentukan protein segera dirumuskan. Menurut mereka, asam-asam amino kemudian bergabung dalam urutan yang tepat secara kebetulan untuk membentuk protein. Sebagian protein-protein yang terbentuk secara kebetulan ini menempatkan diri mereka dalam struktur seperti membran yang “entah bagaimana” muncul dan membentuk sel primitif. Sel-sel kemudian bergabung dan membentuk organisme hidup.
Akan tetapi, eksperimen Miller hanya akal-akalan dan telah terbukti tidak benar dalam segala aspek. Keseluruhan eksperimen ini tidak lebih dari sebuah eksperimen laboratorium yang terkontrol dan terarah untuk mensintesis asam amino. Jumlah dan jenis gas dalam eksperimen ini secara ideal ditentukan agar asam amino terbentuk. Jumlah energi yang disalurkan ke dalam sistem diatur dengan tepat agar reaksi yang diperlukan terjadi. Peralatan eksperimen diisolasi sehingga tidak terkontaminasi unsur-unsur lain yang berbahaya, destruktif, atau menghalangi pembentukan asam amino. Padahal unsur-unsur seperti ini kemungkinan besar ada dalam kondisi bumi purba. Unsur-unsur, mineral atau senyawa kimia yang ada pada kondisi purba dan berkemungkinan mengubah reaksi tidak dimasukkan dalam eksperimen. Oksigen yang mencegah pembentukan asam amino dengan oksidasi hanya salah satu dari unsur-unsur destruktif ini. Bahkan dalam kondisi laboratorium ideal, mustahil asam amino yang terbentuk bertahan dan terhindar dari kerusakan tanpa mekanisme cold trap.
Teori evolusi sintesis modern telah diperlemah pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies primitif ke spesies lebih maju. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya. Dan ada satu hal lagi yang menjadi masalah, yaitu model evolusi mana yang “benar” dari sekian banyak model yang diajukan.
Seleksi Alam tidak mengarah ke proses evolusi
Sebagai suatu proses alamiah, seleksi alam telah dikenal ahli biologi sebelum Darwin. Seleksi alam menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan cara memiliki keturunan yang mampu bertahan hidup, sebaliknya yang tidak mampu akan punah. Sebagai contoh, dalam sekelompok rusa yang hidup di bawah ancaman hewan pemangsa, secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari lebih kencang akan bertahan hidup. Itu memang benar. Akan tetapi, hingga kapan pun proses ini berlangsung, tidak terbukti membuat rusa-rusa tersebut menjadi spesies lain. Rusa akan tetap menjadi rusa.
Seleksi alam terbukti hanya mengeliminir individu-individu suatu spesies yang cacat, lemah atau tidak mampu beradaptasi dengan habitatnya. Mekanisme ini tidak terbukti dapat menghasilkan spesies baru, informasi genetis baru, atau organ-organ baru. Dengan demikian, seleksi alam tidak terbukti menyebabkan apa pun berevolusi. Darwin menerima kenyataan ini dengan mengatakan: “Seleksi alam tidak dapat melakukan apa pun sampai variasi-variasi menguntungkan berkebetulan terjadi”. Karena itulah evolusionis harus mengangkat mutasi sejajar dengan seleksi alam sebagai “penyebab perubahan-perubahan menguntungkan”. Akan tetapi, seperti yang akan kita lihat, mutasi hanya terbukti menjadi “penyebab perubahan-perubahan merugikan”.
Mutasi mengarah kepada penurunan kualitas makhluk hidup, tidak terbukti mengarah ke evolusi
Mutasi didefinisikan sebagai pemutusan atau penggantian yang terjadi pada molekul DNA, yang terdapat dalam inti sel makhluk hidup dan berisi semua informasi genetis. Pemutusan atau penggantian ini diakibatkan pengaruh-pengaruh luar seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah “kecelakaan” dan merusak nukleotida-nukleotida yang membangun DNA atau mengubah posisinya. Hampir selalu, mutasi menyebabkan kerusakan dan perubahan yang sedemikian parah sehingga tidak dapat diperbaiki oleh sel tersebut.
Akibat langsung mutasi sungguh berbahaya. Perubahan-perubahan akibat mutasi hanya akan berupa kematian, cacat dan abnormalitas, seperti yang dialami oleh penduduk Hiroshima dan Nagasaki. Alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur teramat kompleks, dan pengaruh-pengaruh yang acak hanya akan menyebabkan kerusakan pada struktur tersebut. Penyakit kanker dan penyakit lain dewasa ini juga akibat mutasi yang merugikan itu. Penyakit sekarang yang merajalela kebanyakan mutasi DNA yang merugikan. Alih-alih menjadi spesies yang lebih sempurna malah menimbulkan penyakit dalam spesies yang sama. Dalam dunia medis sekarang malah berusaha menghentikan mutasi tersebut yang katanya ‘proses evolusi’.
B.G. Ranganathan menyatakan:
Mutasi bersifat kecil, acak dan berbahaya. Mutasi pun jarang terjadi dan kalaupun terjadi, kemungkinan besar mutasi itu tidak berguna. Empat karakteristik mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak dapat mengarah pada perkembangan evolusioner. Suatu perubahan acak pada organisme yang sangat terspesialisasi bersifat tidak berguna atau membahayakan. Perubahan acak pada sebuah jam tidak dapat memperbaiki, malah kemungkinan besar akan merusaknya atau tidak berpengaruh sama sekali. Gempa bumi tidak akan memperbaiki kota, tetapi menghancurkannya.
Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi juga terjadi pada sel-sel reproduksi organisme tersebut. Perubahan acak yang terjadi pada sel biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Sebagai contoh, mata manusia yang berubah akibat efek radiasi atau sebab lain, tidak akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
C. Catatan Fosil tidak membuktikan evolusi
Menurut teori evolusi, setiap spesies hidup berasal dari satu nenek moyang. Spesies yang ada sebelumnya lambat laun berubah menjadi spesies lain, dan semua spesies muncul dengan cara ini. Menurut teori tersebut, perubahan ini berlangsung sedikit demi sedikit dalam jangka waktu jutaan tahun. Dengan demikian, maka seharusnya pernah terdapat sangat banyak spesies peralihan selama periode perubahan yang panjang ini.
Sebagai contoh, seharusnya terdapat beberapa jenis makhluk setengah ikan setengah reptil di masa lampau, dengan beberapa ciri reptil sebagai tambahan pada ciri ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya terdapat beberapa jenis burung-reptil dengan beberapa ciri burung di samping ciri reptil yang telah mereka miliki. Evolusionis menyebut makhluk-makhluk imajiner yang mereka yakini hidup di masa lalu ini sebagai “bentuk transisi”.
Jika binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka seharusnya mereka muncul dalam jumlah dan variasi sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi, sisa-sisa makhluk-makhluk aneh ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah bentuk-bentuk peralihan ini pun semestinya jauh lebih besar daripada spesies binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh penjuru dunia.
Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:
“Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang tak terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama…. Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lampau hanya dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan fosil.”
Bahkan Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia berharap bentuk-bentuk peralihan itu akan ditemukan di masa mendatang. Namun di balik harapan besarnya ini, ia sadar bahwa rintangan utama teorinya adalah ketiadaan bentuk-bentuk peralihan.
Karena itulah dalam buku The Origin of Species, pada bab “Difficulties of the Theory” ia menulis:
… Jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, mengapa kita tidak melihat sejumlah besar bentuk transisi di mana pun? Mengapa alam tidak berada dalam keadaan kacau-balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup dengan bentuk sebaik-baiknya? Menurut teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah besar, tetapi mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah tidak terhitung? Dan pada daerah peralihan, yang memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? Telah lama kesulitan ini sangat membingungkan saya.”
Satu-satunya penjelasan Darwin atas hal ini adalah bahwa catatan fosil yang telah ditemukan hingga kini belum memadai. Ia menegaskan jika catatan fosil dipelajari secara terperinci, mata rantai yang hilang (The Missing Link) akan ditemukan.
Karena mempercayai ramalan Darwin, kaum evolusionis telah berburu fosil dan melakukan penggalian mencari mata rantai yang hilang di seluruh penjuru dunia sejak pertengahan abad ke-19. Walaupun mereka telah bekerja keras, tak satu pun bentuk transisi ditemukan. Bertentangan dengan kepercayaan evolusionis, semua fosil yang ditemukan justru membuktikan bahwa kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang telah lengkap. Usaha mereka untuk membuktikan teori evolusi justru tanpa sengaja tidak membuktikan teori itu sendiri.
Ahli paleontologi evolusionis lainnya, Mark Czarnecki, berkomentar sebagai berikut:
Kendala utama dalam membuktikan teori evolusi selama ini adalah catatan fosil; jejak spesies-spesies yang terawetkan dalam lapisan bumi. Catatan fosil belum pernah mengungkapkan jejak-jejak jenis peralihan hipotetis Darwin. Sebaliknya, spesies muncul dan musnah secara tiba-tiba. Anomali ini menguatkan argumentasi kaum kreasionis.
Bagaimana bumi ini dipenuhi berbagai jenis binatang secara tiba-tiba dan bagaimana spesies-spesies yang berbeda-beda ini muncul tanpa nenek moyang yang sama adalah pertanyaan yang masih belum terjawab oleh evolusionis.
Richard Dawkins, ahli zoologi Oxford, salah satu pembela evolusionis terkemuka di dunia, berkomentar mengenai realitas ini:
“Sebagai contoh, lapisan batuan Kambrium yang berumur sekitar 600 juta tahun, adalah lapisan tertua di mana kita menemukan sebagian besar kelompok utama invertebrata. Dan kita dapati sebagian besarnya telah berada pada tahap lanjutan evolusi, saat pertama kali mereka muncul. Mereka seolah-olah ditempatkan begitu saja di sana, tanpa proses evolusi. “Tentu saja, kesimpulan tentang kemunculan tiba-tiba ini menggembirakan kreasionis.
Dawkins terpaksa mengakui, “Ledakan Kambrium adalah bukti kuat adanya penciptaan, karena penciptaan adalah satu-satunya penjelasan mengenai kemunculan bentuk-bentuk kehidupan yang sempurna secara tiba-tiba di bumi ini.”
Douglas Futuyma, ahli biologi evolusionis terkemuka mengakui fakta ini dan mengatakan: “Organisme muncul di muka bumi dengan dua kemungkinan: dalam bentuk yang telah sempurna atau tidak sempurna. Jika muncul dalam bentuk tidak sempurna, mereka pasti telah berkembang dari spesies yang telah ada sebelumnya melalui proses modifikasi. Jika mereka memang muncul dalam keadaan sudah berkembang sempurna, mereka pasti telah diciptakan oleh suatu kecerdasan dengan kekuasaan tak terbatas.”
Darwin sendiri menyadari kemungkinan ini ketika menulis: “Jika banyak spesies benar-benar muncul dalam kehidupan secara serempak dari genera atau famili-famili yang sama, fakta ini akan berakibat fatal bagi teori penurunan dengan modifikasi perlahan-lahan melalui seleksi alam.”
D. Kekeliruan tentang Organ-Organ Peninggalan
Menurut evolusionis, di dalam tubuh beberapa jenis makhluk hidup terdapat sejumlah organ-organ tubuh yang tidak fungsional. Organ-organ ini diwarisi dari nenek moyang mereka dan perlahan-lahan menjadi peninggalan karena tidak digunakan.
Semua asumsi ini sangat tidak ilmiah dan hanya berlandaskan pada pengetahuan yang tidak memadai. “Organ-organ tidak fungsional” ini pada kenyataannya adalah organ-organ yang “fungsinya belum diketahui”. Ini ditunjukkan dengan berkurangnya organ peninggalan sedikit demi sedikit tetapi pasti dari daftar panjang evolusionis.
Daftar organ peninggalan yang dibuat ahli anatomi Jerman R. Wiedersheim pada tahun 1895 terdiri dari sekitar 100 organ, termasuk usus buntu dan tulang ekor. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ternyata semua organ dalam daftar ini diketahui berfungsi penting dalam tubuh. Misalnya, usus buntu yang semula dianggap sebagai organ peninggalan ternyata merupakan organ limfoid yang memerangi infeksi dalam tubuh. Fakta ini menjadi jelas pada tahun 1997: “Organ-organ dan jaringan tubuh lainnya - kelenjar timus, hati, limpa, usus buntu, sumsum tulang, sejumlah jaringan limfatis seperti amandel dan lempeng Peyer pada usus kecil - juga merupakan bagian dari sistem limfatis. Semuanya membantu tubuh memerangi infeksi.
Ditemukan bahwa amandel, yang juga digolongkan organ peninggalan, berperan penting dalam melindungi kerongkongan dari infeksi, khususnya sampai usia dewasa. Tulang ekor pada bagian bawah tulang belakang ternyata menyokong tulang-tulang di sekitar panggul dan merupakan titik temu dari beberapa otot kecil. Tahun-tahun berikutnya diketahui bahwa kelenjar timus memicu sistem kekebalan tubuh dengan mengaktifkan sel-sel T; kelenjar pineal berperan dalam sekresi beberapa hormon penting; kelenjar gondok menunjang pertumbuhan yang baik pada bayi dan anak-anak; dan kelenjar pituitari mengendalikan banyak kelenjar-kelenjar hormon agar berfungsi dengan benar. Sebelumnya, semua organ ini dianggap sebagai “organ peninggalan”. Lipatan cekung di ujung mata yang diajukan Darwin sebagai organ peninggalan ternyata berperan membersihkan dan melumasi bola mata.
Ahli biologi terkenal, H. Enoch, penentang teori organ peninggalan, menyatakan kesalahan logika ini sebagai berikut:
Kera memiliki usus buntu, sedangkan kerabat terdekat di bawahnya tidak; usus buntu ini muncul lagi pada hewan mamalia lain yaitu oposum. Bagaimana evolusionis dapat menjelaskan kenyataan ini?
Dalam tubuh manusia tidak ada organ peninggalan yang diwariskan karena manusia tidak berevolusi dari makhluk lain secara kebetulan. Manusia ada dalam bentuknya seperti sekarang, lengkap dan sempurna.
E. Organ-organ Serupa pada Spesies yang Berbeda
Dalam ilmu biologi, kemiripan struktural di antara spesies yang berbeda disebut “homologi”. Evolusionis mencoba mengajukan kemiripan tersebut sebagai bukti evolusi.
Darwin mengira bahwa makhluk-makhluk dengan organ yang mirip (homolog) memiliki hubungan evolusi di antara mereka, dan organ-organ ini diwarisi dari nenek moyang yang sama. Menurut asumsinya, merpati dan elang memiliki sayap; karena itu merpati, elang dan bahkan semua unggas bersayap berevolusi dari nenek moyang yang sama.
Ada sejumlah organ homolog yang sama-sama dimiliki berbagai spesies berbeda, namun evolusionis tidak mampu menunjukkan hubungan evolusi di antara mereka. Misalnya sayap. Selain pada burung, sayap terdapat pula pada hewan mamalia (seperti kelelawar), pada serangga, bahkan pada jenis reptil yang telah punah (beberapa dinosaurus). Tetapi evolusionis tidak menyatakan hubungan evolusi atau kekerabatan di antara keempat kelompok makhluk hidup tersebut.
Homologi merupakan argumen menyesatkan yang dikemukakan hanya berdasarkan kemiripan fisik. Sejak zaman Darwin hingga sekarang, argumen ini belum pernah dibuktikan oleh satu temuan konkret pun. Tidak pernah ditemukan satu pun fosil nenek moyang imajiner yang memiliki struktur-struktur homolog.
KESIMPULAN
Mengarah kepada kesimpulan bahwa makhluk hidup memang beragam pada mulanya. “Fenomena evolusi spesies” yang kita lihat selama ini mengarah kepada fenomena penurunan keanekaragaman hayati. Sebenarnya terjadi proses kepunahan dari berbagai spesies. Spesies yang tidak mampu bertahan akan mengalami kepunahan. Ini menjelaskan kelemahan fenomena “The Missing Link” dalam teori evolusi bahwa sebenarnya “link” tersebut tidak terbukti karena antar spesies tidak terbukti memiliki hubungan kekerabatan. Justru lebih baik berfokus pada pelestarian keanekaragaman hayati untuk mencegah kepunahan spesies-spesies yang masih bertahan.
Nelayan Indonesia bernama Yustinus Lahama menemukan ikan coelacanth (Latimeria chalumnae) tahun 2007. Sebelumnya ditemukan pertama kali tahun 1938 di Afrika, fosilnya dikira sebagai bentuk peralihan evolusi makhluk air ke darat karena memiliki empat sirip menyerupai kaki (dikira punah 65 juta tahun lalu). Ternyata masih ada, malah sebelumnya juga ditemukan di Sulawesi tahun 1998. Jawaban dari pertanyaan ilmiah melimpah di negeri ini, termasuk fosil-fosil purba, dan jejak vulkanik. Tetapi justru kita menjadi yang terbelakang karena berada di ‘zona nyaman kekayaan alam dan budaya klenik’. Jika tidak diberitahu, tentu tidak akan mengira ini menjadi salah satu bukti kesalahan teori evolusi, tetapi malah disembah menjadi ‘ikan dewa’ :D
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/06/08/kebenaran-teori-evolusi-161682.html
Comments
Post a Comment