IPA, IPS, Bahasa, ITB, UI, UGM. Makan Tuh Gengsi! (Tips Memilih Jurusan dan Fakultas Studi)
Artikel ini saya ambil dari http://wahidyankf.wordpress.com/2012/09/27/ipa-ips-bahasa-itb-ui-ugm-makan-tuh-gengsi-tips-memilih-jurusan-dan-fakultas-studi/, sungguh artikel ini membuka mataku akan pentingnya jadi diri sendiri dan percaya apa yang kita yakini (selama itu benar). Artikel ini sangat cocok bila dibaca siswa/wi kelas 3 SMA/sederajat lainnya yang bingung mau lanjut kemana, seperti saya yang semoga ALLAH SWT selalu memuluskan jalan kehidupan saya dan orang-orang yang membutuhkannya.. Aminn.
X: Lo mau ngambil jurusan apa? IPA ato IPS?
Y: IPA lah! Hare genee masuk IPS? Mau taroh di mana muka gue?
X: Ah elo mah enak pinter, gua keknya ngambil IPS nih, gak masuk nile gue. Kalo lo Z? Lo mau ngambil jurusan apa?
Z: Gue sih pengennya ngambil jurusan bahasa, gua enjoy banget baca yang namanya karya sastra. Tapi gua takut gak dapet kerjaan sih sebenernya. Mau jadi apa gua ngambil jurusan bahasa.
X: Lo jadinya kuliah mau ngambil di mana?
Y: Gua pengen masuk ke Teknik Kimia ITB ah. Keren keknya, lagian kuliah di ITB khan prestis gitu. Kalo lo mau masuk mana?
X: Gua mau masuk Akuntansi UI aja ah, prospek karirnya bagus katanya, bisa cepet jadi orang tajir gue. hehe.
Y: ho.. beda kota donk yah kita berarti? Kalo lo Z? Lo mau masuk ke mana?
Z: Gak tau deh, gua masih bingung. Gak tau gua mau masuk mana.
Kegalauan
hampir pasti menjadi bagian dari para siswa SMA di seluruh Indonesia.
Dimulai dari pemilihan jurusan IPA, IPS dan Bahasa, sampai ke tahap yang
paling galau dari semua kegalauan di zaman SMA:
Mau masuk ke mana, dan ambil jurusan apa pas kuliah nanti?
Melalui
tulisan ini, saya akan mencoba untuk memberikan pendapat mengenai
fenomena kegalauan ini dari sudut pandang seorang alumni lulusan salah
satu universitas teknik negeri yang ada di kota Bandung. Di mana di
jurusan ini saya pernah mengalami siksaan batin yang namanya “salah
jurusan”, dan mendapat semua kisaran IP yang bisa dibayangkan (yap, saya
pernah mendapatkan IP nol-koma), dan pernah hampir di-DO oleh kampus
saya.
PARADIGMA PEMILIHAN JURUSAN, GAJI GAJI DAN GAJI!
Sebagai
mahluk yang tidak pernah puas dan terus berkembang, adalah sebuah hal
yang wajar jika kita selalu mendapatkan penghidupan dan kehidupan yang
lebih baik dari waktu ke waktu. Mau bukti? Silahkan kita ingat-ingat
kembali. Ketika kita dulu belum punya sepeda, dan hanya jalan kaki ke
sekolah, maka kita menginginkan sepeda dengan sangat. Setelah sepeda
kita miliki? Berakhirkah ini? Tidak! Kita ingin memiliki motor agar
perjalanan kita lebih nyaman. Dan ketika kita telah memiliki motor, maka
kita pun ingin memiliki mobil pribadi. See? Manusia adalah mahluk yang
tidak pernah puas, dan selalu menginginkan perbaikan di dalam hidupnya.
Begitu
pula dengan perihal pemilihan jurusan di dalam dunia pendidikan formal.
Pemilihan ini akan selalu dikaitkan dengan potensial kualitas kehidupan
di masa depan dari jurusan yang akan dipilih. Dan parameter apa yang
paling bisa diukur di dalam kehidupan? Yap! Pendapatan. Gaji, gaji dan
gaji! Semuanya dikaitkan dengan potensial lapangan pekerjaan, dan gaji
yang bisa diterima oleh lulusan jurusan tersebut. Sehingga teramat
sering sebuah diskusi mengenai pemilihan jurusan berakhir dengan
kata-kata yang menurut saya sangat menyedihkan, tapi teramat realistis:
Ha??? Serius kamu mau ngambil jurusan itu??? Mau jadi apa ke depannya??? Mau makan apa kamu???
PEMILIHAN JURUSAN DAN PENYAKIT KHAS INDONESIA, GENGSI!
Selain
masalah gaji, ada lagi alasan lainnya yang biasanya menjadi alasan
pemilihan jurusan: Gengsi! Adalah sebuah hal bodoh yang mengakar di
Indonesia bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang gemar pamer.
Tidak percaya? Lihat saja betapa masyarakat Indonesia senang memamerkan
apapun, mulai dari gelar perkuliahan (ST, dr, MM, MBA, dll), sampai ke
gelar keagamaan yang menurut saya seharusnya tidak dipamerkan (Haji).
Sehingga tidaklah mengherankan bahwa gengsi ini menjadi salah satu
kriteria pemilihan jurusan, dan komentar-komentar bodoh yang memojokkan
jurusan seperti di bawah ini umum ditemukan:
Gengsi donk gua masuk kelas IPS!Masa gua masuk jurusan sastra jawa? Yang bener aja?Mau jadi apa? Jadi insinyur lah! Keren gitu!
Gengsi,
sebuah kebodohan yang menurut saya mengakar dengan sangat kuat di
kehidupan masyarakat Indonesia. Gengsi ini begitu mengakarnya, sehingga
terkadang passing grade suatu jurusan pun sering
menjadi dinding yang secara tak langsung memisahkan kehidupan sosial
antar mahasiswa. Terkadang seseorang akan dianggap hebat, dan dipandang
sebagai golongan elit apabila dia sanggup masuk ke jurusan yang standar passing grade-nya
tinggi. Sehingga adalah hal yang bisa dimaklumi jika para remaja yang
memang sedang berada di fase pencarian identitas, dan pengakuan, akan
tergiur untuk masuk ke dalam golongan “elit” ini.
PASSION IS THE KEY
Tidak
sedikit orang yang memilih jurusan berdasarkan potensial gaji dan
gengsi yang berhasil mencapai target dan angan-angan kehidupan yang dulu
mereka inginkan. Banyak yang puas dengan hal pencapaian-pencapaian yang
telah mereka capai. Akan tetapi tidak sedikit dari mereka yang merasa
tidak puas dan mempertanyakan mengapa meraka bisa menjadi budak uang,
dan gengsi. Banyak pula yang pada akhirnya mempertanyakan hal yang kecil
tapi cukup menyiksa batin:
Apa yang terjadi jika dahulu saya tidak mengambil jurusan ini, dan mengambil jurusan lainnya seperti minat saya?
Pertanyaan
ini akan semakin menguat dari waktu ke waktu, dan menyiksa batin
mereka. Mungkin pertanyaan ini akan menghilang sesaat, seiring dengan
pembenaran-pembenaran yang kita berikan untuk diri kita sendiri. Akan
tetapi pertanyaan tersebut akan timbul lagi, perlahan tapi pasti,
menyiksa batin manusia yang memang bersifat rapuh. Mungkin ini terdengar
aneh dan mengawang-awang, akan tetapi solusi dari siksaan batin ini
hanya 1:
Kejarlah apa yang menjadi passion/minat anda!
Setiap
manusia pasti memiliki passion di suatu bidang yang mereka anggap
sebagai sesuatu yang merepresentasikan dirinya. Ada orang yang suka
menulis, ada yang suka berhitung dan membuat sesuatu, ada pula yang suka
menolong orang lain, semua itu sah-sah saja, sepanjang hal itu tidak
merugikan orang lain dan menentang hukum yang berlaku, adalah hak setiap
manusia untuk melakukan apa yang dia inginkan.
KAPAN KITA TAHU BAHWA SESUATU ADALAH PASSION KITA?
Pertanyaan
menarik berikutnya adalah, kapan kita tahu bahwa sesuatu itu adalah
passion kita? Menurut saya jawabannya cukup simpel:
Sesuatu adalah passion kita, jika ketika kita mengerjakan hal tersebut, maka waktu akan berlalu dengan cepat. Badan dan pikiran kita pun akan rileks dan enjoy mengerjakannya, entah itu 5 menit, sejam, 5 jam, ataupun seharian, tidak akan ada bedanya. Pada kenyataannya, terkadang kita sama sekali tidak merasa perlu untuk beristirahat, bahkan ketika mengerjakan sesuatu yang pada umumnya orang anggap sebagai sesuatu yang teramat melelahkan.
Terdengar
seperti kisah dongeng kah? Ya, memang saya akui ini terdengar
berlebihan, tapi inilah kenyataannya. Ketika kita melakukan sesuatu yang
kita senangi, maka semua waktu akan berjalan tanpa terasa. Pernahkah
kita merasakan seakan-akan kita terbenam ke dalam suatu hal sampai lupa
waktu? Seperti itulah kira-kira rasanya menjalankan passion kita. Dan
passion inilah sebuah hal yang memungkinkan kita untuk membuat sebuah masterpiece di dalam hidup kita.
PINTAR SAJA TIDAK CUKUP!
Pintar
saja tidak akan cukup untuk menghadapi kerasnya hidup ini! Memang tidak
semua orang yang mengikuti passionnya berhasil di dalam kehidupan,
banyak juga yang hancur dihajar kerasnya hidup. Tapi satu hal yang
pasti:
Sebagian besar orang yang sukses di level dunia adalah orang yang mengikuti, dan mengejar passionnya.
Mengapa?
Karena mereka akan memiliki cukup “bahan bakar” untuk mengejar target 10.000 jam di dalam bidang yang mereka tekuni.
Ada apa dengan angka 10.000 jam ini?
Angka
10.000 jam ini adalah sebuah angka yang menurut riset dari Malcolm
Gladwell (penulis buku Outliers) merupakan jumlah rata-rata jam kerja
yang harus dicapai oleh seseorang untuk dapat menjadi master di sebuah
bidang. Dengan asumsi bahwa kita bekerja 9 jam perhari, dan 250 hari
dalam setahun, maka kita akan membutuhkan waktu sekitar 4.44 tahun untuk
mencapai tahap master di bidang yang kita pilih. Tentu saja kita bisa
mengerjakan ini semua, dan menjadi master di suatu bidang, meskipun itu
dilakukan tanpa passion. Akan tetapi perjalanan akan berasa jauh lebih
ringan jika kita mengejar sesuatu yang kita sukai.
Tidak percaya?
Coba
saja tinjau sampel kita yang pertama: Prof Dr. Bacharuddin Jusuf
Habibie. Beliau adalah seorang insinyur lulusan RWTH Aachen, salah satu
universitas teknik ternama yang berada di negara Jerman. Beliau
merupakan salah seorang yang sudah dikenal di dalam dunia teknik, dan
pernah pula menjadi presiden di NKRI. Sangkin terkenalnya kepintaran
bapak habibie ini, sampai-sampai muncul istilah “otaknya encer kayak
habibie”. Akan tetapi benarkah ini semua murni karna kepintarannya?
Tidak! Ini semua juga buah dari puluhan ribu jam kerja keras yang beliau
jalankan. Di dalam bukunya yang berjudul “Habibie dan Ainun”
diceritakan bagaimana beliau sering larut di dalam pekerjaannya, hingga
lupa makan dan istirahat. Sangkin seringnya lupa istirahat, dan makan,
sampai-sampai almarhum ibu Ainun sering melemparkan perlengkapan tidur
Pak Habibie, dan menguncinya di dalam kamar tempatnya bekerja.
Apa yang sebenarnya membuat beliau tahan bekerja seperti ini? Jelas satu,
Passion terhadap apa yang beliau kerjakan.
PASSION, UANG, DAN KESUKSESAN
Lalu
dimana letak uang dan kesuksesan jika kita mengejar sesuatu yang bernama
passion ini? Bukankah kita butuh uang untuk hidup? Dan sebagai manusia,
kita juga memiliki kebutuhan psikologis untuk dihargai? Mungkin ini
akan terdengar omong kosong, tapi percayalah bahwa:
Jika kita mengejar passion kita, maka uang dan kesuksesan akan datang kepada kita dengan sendirinya.
Ya!
Uang dan kesuksesan akan datang dengan sendirinya. Ketika kita ahli di
dalam suatu hal, maka akan ada orang yang membutuhkan kita. Meskipun itu
yang kita kejar merupakan sesuatu yang tidak mainstream di
negara kita ini. Pernah saya menonton sebuah liputan di televisi, bahwa
ada salah seorang lulusan SD yang gemar menari tradisional, berhasil
merantau dan menjadi pengajar tari tradisional di Amerika Serikat. Saya
lupa namanya, tapi sang penari ini diajak untuk mengajarkan seni tari
tradisional di Amerika oleh salah seorang turis warga negara Amerika
yang sedang menonton pertunjukannya. Dan menariknya adalah, si penari
ini tidak bisa bahasa inggris sama sekali pada awalnya! Semua hanya
bermodal kecintaan terhadap bidang yang dia lakukan, tari tradisional
Indonesia (saya lupa apa nama tariannya).
Jadi tidak usah khawatir,
Orang yang mengejar passion akan selalu memiliki tempat di dunia ini. Mungkin tidak di negeri Indonesia tercinta ini, akan tetapi akan selalu ada tempat untuk mereka, walaupun itu di belahan dunia lainnya.
TERBANGUN DARI DUNIA MIMPI, PASSION VS REALITA KEHIDUPAN
Sebelumnya
sudah diceritakan yang indah-indah mengejar passion dan pemilihan
jurusan. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keinginan tidak selalu
sesuai dengan kenyataan. Sering kita mendapati bahwa mimpi kita
terhalang berbagai macam hal, termasuk di antaranya adalah permasalahan
finansial, keluarga, dan masalah akademik kita yang tidak memadai. Tanpa
berusaha untuk mengecilkan masalah yang dialami, berikut saya coba
untuk memberikan pandangan dari solusi yang mungkin untuk
masalah-masalah yang mungkin ada. Tentunya yang saya tulis ini akan
terlihat lebih mudah dari kenyataanya, karena memang pada dasarnya
berbicara itu lebih mudah daripada mengerjakan sesuatu, dan karena
memang hanya pemilik masalahnya sendiri lah yang bisa menyelesaikan
semuanya, bukan orang luar seperti saya.
1. Masalah Finansial 1 – Biaya Kuliah Tidak Mencukupi
Jika
masalah yang dialami adalah masalah biaya kuliah, janganlah menyerah
untuk mengejar jurusan yang menjadi passion anda. Pergunakanlah internet
dan jaringan yang anda miliki dengan baik, dan carilah informasi
tentang beasiswa-beasiswa yang memungkinkan anda untuk melakukan studi
di jurusan yang anda inginkan. Saya bukan seorang ahli di bidang
beasiswa, tapi
Permasalahan finansial bukanlah sebuah halangan yang tidak bisa ditaklukkan di dalam mengejar mimpi kita.
Saya
sendiri mengenal beberapa orang teman kuliah dan SMA saya yang melakukan
studi dengan uang dari beasiswa. Dan mereka berhasil menyelesaikan
pendidikan S1 mereka.
2. Masalah Finansial 2 – Tulang Punggung Keluarga
Masalah
akan menjadi lebih rumit jika ternyata kita harus menjadi tulang
punggung keluarga. Saran saya untuk hal ini, dahulukan prioritas yang
lebih tinggi. Bagaimanapun juga,
Keluarga harus didahulukan melebihi yang lainnya.
Akan tetapi,
Jangan dulu menyerah terhadap mimpi anda.
Tetap
pupuk mimpi anda, dan bergeraklah perlahan untuk menggapainya. Saya
sendiri mengenal seorang teman saya yang bisa menjadi tulang punggung
keluarga dan masih tetap bisa bersekolah sarjana. Memang akan teramat
berat, tapi semua akan berbuah manis pada waktunya.
3. Masalah Akademik – Nilai Tidak Mencukupi
Ini
adalah masalah klasik yang biasa dihadapi dalam pemilihan jurusan, nilai
yang tidak mencukupi. Entah itu nilai SNMPTN/SPMB (atau apapun namanya
itu sekarang), ataupun nilai rapor yang akan digunakan untuk penjurusan
IPA/IPS. Jika ini adalah masalah yang terjadi, maka
Amat sangat di”haram”kan untuk menyerah!
Ambillah
jalan berputar! Pindahlah ke tempat yang memungkinkan anda untuk masuk
ke jurusan yang anda inginkan, atau tunggulah sampai kesempatan
berikutnya datang. Saya pribadi berpendapat bahwa lebih baik saya
mengulang dan menunggu 1-2 tahun demi hal yang saya senangi, daripada
saya harus menjalani suatu hal yang saya tidak suka.
Sekali
lagi, tolong lupakan itu yang namanya gengsi, dan terima kekalahan anda
seperti orang dewasa. Tetaplah yakin, bahwa di umur 40an (atau mungkin
lebih cepat dari itu), anda akan memetik buah dari apa kesabaran anda
sekarang. Keep your hope up high, and be patient, really really patient.
4. Masalah Keluarga – Keluarga (Orang Tua) Tidak Mendukung
Satu
lagi masalah klasik di dalam pemilihan jurusan (dan juga yang lainnya),
keluarga yang tidak mendukung. Jika ini terjadi kepada anda, tetaplah
yakini 1 hal, bahwa:
Keluarga anda, terutama bapak dan ibu anda menginginkan yang terbaik untuk anda.
Yang menjadi masalah di sini adalah, kadang semua berjalan tidak sesuai dengan keinginan anda. Dan sepengamatan saya,
Jarang sekali ada orang tua yang benar-benar diktator, dan tidak peduli terhadap apa yang anaknya pikirkan.
Sebagian besar dari mereka hanyalah manusia biasa yang ingin anaknya hidup bahagia, melebihi kebahagiaan yang mereka dapatkan.
Berdasarkan
pengalaman saya sendiri, sebenarnya hal ini bisa diselesaikan dengan
mengobrol secara serius dan dilakukan dari hati ke hati dengan mereka.
Sebagai gambaran, ibu saya adalah seorang dengan pendirian dan didikan
yang keras. Banyak target-target yang waktu itu saya anggap aneh yang
harus saya jalani tanpa bisa ditawar. Akan tetapi, di luar semua
ketegasannya itu, saya berhasil membujuk beliau untuk merestui kepergian
saya mengejar mimpi untuk S2 di luar negeri.
Gimana caranya?
Mudah saja,
Saya berbicara dengan lembut kepada beliau tentang mimpi saya, mengapa itu penting untuk saya. Di samping itu, saya juga membuktikan bahwa saya telah mantap untuk mengejar mimpi saya, dan siap untuk menanggung semua resiko yang bisa terjadi di dalam prosesnya.
Dan
alhamdulillah beliau pun merestui usaha saya untuk mengejar mimpi S2 di
luar negeri. Perlu kiranya kita perhatikan bahwa di dalam membujuk, dan
memberikan pengertian kepada keluarga, menunjukkan rasa hormat kita
terhadap mereka adalah sesuatu yang penting. Karena bagaimanapun, mereka
lah orang-orang yang menjadikan kita ada, dan telah berjasa di dalam
hidup kita.
KESIMPULAN
So,
apa kesimpulan yang bisa kita ambil dari sini? Pilihlah jurusan yang
sesuai dengan minat kita. Lupakan saja itu kedua variabel yang bernama
gaji dan gengsi, terlebih jika kita tidak memiliki permasalahan di dalam
bidang finansial (yang mengharuskan kita untuk menjadi tulang punggung
keluarga). Jadilah orang dewasa, dan pantang menyerahlah di dalam
mengejar hal yang menjadi passion kita. Mungkin semuanya tidak akan
terbayar dalam waktu yang singkat, akan tetapi yakinlah akan datang
suatu hari di mana kita akan memandang ke belakang dengan senyuman, dan
berkata:
Untung dulu saya mengejar apa yang menjadi passion saya.
Comments
Post a Comment