SOSMED EFEK DALAM PEMILU 2014


Pemilu telah bergulir dan hasil dari perhitungan cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan bahwa PDIP meraih suara tertinggi, yakni lebih dari 19% suara, diikuti oleh Golkar dan Gerindra. Pemilu kali ini cenderung aman dan damai dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya, tetapi ada juga hal yang masih kurang dan menjadi catatan tersendiri untuk pelaksana pemilu kali ini, yaitu masalah pendistribusian logistik pemilu yang terlambat ke berbagai wilayah Indonesia, dan banyaknya surat suara yang tertukar dengan dapil atau wilayah yang lain, dan ini menjadi salah satu masalah serius karena diberbagai wilayah tersebut harus menunda pelaksanaan pemilu sembari menunggu logistik dari KPU.


Di luar masalah mengenai distribusi surat suara yang masih amburadul, perlu dicermati juga bahwa pemilu tahun ini sangat berbeda dengan pemilu-pemilu pada tahun sebelumnya, yakni adanya  sosial media dan sosial media ini ikut memegang peranan penting dalam membantu jalannya pemilu kali ini, atau paling tidak ikut mewarnai pemilihan langsung tahun 2014 ini. Karena pada tahun pemilu tahun 2009 lalu, sosmed masih kurang populer sebagai alat politik partai untuk meningkatkan elektabilitas partai maupun tokoh yang bertarung dalam pemilu. Pada saat itu sosial media seperti facebook, twitter, skype, dll masih kurang populer di Indonesia. Berbeda dengan sekarang, Indonesia adalah salah satu Negara dengan pengakses internet terbanyak di dunia.

Sosmed sendiri mulai populer di Indonesia mulai pada pertengahan tahun 2010 melalui facebook. Layanan micro blogging ini membuat penggunanya dapat saling berbagi cerita, berita, gambar, video dan hal yang lain, sehingga facebook sangat mudah diterima oleh para pengguna internet untuk saling terhubung antara satu dengan yang lainnya.

Memang pada pemilu tahun 2009 masih sangat sedikit partai maupun tokoh yang menggunakan sosial media ini dikarenakan mereka masih belum tahu dan menyadari akan begitu besarnya efek dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh sosial media ini. Hal ini dikarenakan masih sangat sedikitnya masyarakat Indonesia yang memiliki akun sosial media, belum meratanya penggunaan internet di Indonesia serta kehidupan “online” yang masih sangat sulit untuk ditemui.

Berbeda jauh dengan keadaan sekarang ini, mulai dari anak SD hingga pensiunan pegawai rata-rata sudah memiliki akun di sosial media sekedar hanya mengikuti tren masa kini maupun untuk perihal yang lainnya. Dunia telah berubah, hampir semua aktifitas bisa dilakukan dengan hanya duduk diam di depan komputer sembari jari tangan kita menari di atas keyboard.

Era sosial media pun ikut mempengaruhi jalannya dunia perpolitikan di negeri ini. Dengan kemudahan media serta kebebasan bersuara yang telah dijamin oleh undang-undang, seperti menjadi rangsangan tersendiri untuk masyarakat mengembangkan dunia politik Indonesia menjadi lebih kaya dan berwarna.

Contohnya saja seperti beberapa partai yang mengikuti pemilu 2014 ini, banyak partai mulai melirik sosial media untuk lebih dekat dengan konstituennya serta untuk meraup simpati dan menaikkan elektabilitas partainya. Yang memanfaatkan sosial media bukan hanya partai-partai saja, tetapi juga elit-elit partai yang ada di dalamnya untuk membangun citra positif dirinya dan mereka juga menggunakan sosial media ini agar bisa lebih menyerap aspirasi langsung masyarakat yang menggunakan media sosial.

Dan tidak hanya itu, sebenarnya masih banyak lagi peran penting sosial media ini untuk kepentingan partai, misalnya saja partai bisa membuat isu-isu yang berkembang di dalam dunia sosial media bisa menjadi isu-isu publik dan bisa mempengaruhi baik buruknya suatu partai. Hal ini juga bisa disebut dengan black campaign maupun white campaign tergantung “niatan” partai yang menghembuskan isu tersebut.

Misalnya saja seperti isu mengenai kekisruhan antara partai PDIP  dengan partai Gerindra mengenai perjanjian Batu Tulis, di mana di pihak Gerindra merasa “dikhianati” dan pihak PDIP dianggap tidak mematuhi perjanjian Batu Tulis tersebut untuk mendukung Prabowo menjadi capres dan koalisi antara PDIP dan Gerindra, dilain pihak PDIP mersa perjanjian Batu Tulis itu adalah perjanjian yang “basi” dan PDIP menganggap perjanjian tersbut hanya berlaku bila PDIP pada saat pemilu 2009 itu menang dan capres mereka, yakni Megawati dan Prabowo  lolos, tetapi hasilnya berbeda jauh dengan harapan mereka dan mereka menganggap perjanjian itu “bubar” dengan sendirinya tanpa adanya pembaharuan kembali, dan akhirnya mereka mencapreskan Jokowi yang mereka sebut sebagai “mandat” dari rakyat. Perbedaan sudut pandang inilah yang membuat perseteruan antara dua partai ini semakin meruncing dan hal ini pulalah yang membuat baik sengaja ataupun tak disengaja menaikkan elektabilitas PDIP dan pamor capresnya yaitu Jokowi. Dan dilain pihak membuat elektabilitas partai Gerindra sedikit menurun dan citra negatif mulai menggelayuti sosok Prabowo yang dianggap terlalu keras dan ambisius.

Di luar  masalah tersebut, memang sosial media memiliki efek yang sangat kuat untuk mengubah perspektif publik. Dengan gaya hidup masyarakat modern sekarang ini yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berselancar di dunia maya, semua hal bisa didapatkan di dunia maya, dan sosial media contohnya facebook dan twitter menjadi salah satu situs yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat dunia. Di sosial media juga masyarakat mendapat pengetahuan dan penjelasan yang lebih jelas dibandingkan dengan media lainnya.

NAMA                        : MUHAMMAD IZZAUL HAQUE
NIM                            : G.311.13.0047
PROGDI                     : ILMU KOMUNIKASI (A)

TUGAS                       : KOMUNIKASI POLITIK

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH DRAMA MINAK JINGGO DAN DAMARWULAN

Contoh Naskah Drama Teatrikal (Kampanye Stop KDRT Jateng 2016)

Contoh Script Acara Televisi (Tugas Produksi Tv)