Sudah Bosan Hidup, Mati Saja...?

Berapa lama kita sudah hidup? Dua puluh tahun, tiga puluh tahun atau enam puluh tahun. Berapa lama kita masih akan hidup? Setahun, tiga tahun atau lima tahun lagi. Berapa tahun dari hidup kita yang benar-benar kita hidupkan, manfaatkan? Sepuluh tahun, tujuh tahun atau dua tahun saja. Berapa tahun dari hidup kita yang lewat begitu saja? Delapan tahun, lima belas tahun atau semuanya. Berapa tahun lagi harus terus seperti ini, memandangi hari demi hari yang berlalu di depan mata tanpa berbuat apa-apa? Apa hidup kita terlalu lama? Apa hari terasa terlalu lambat bergulir? Bosankah kita pada hidup yang begini saja? Bosan pada rutinitas, tinggal ubah saja. Bosan pada hidup, matikah jawabannya?
Tidak ada satu manusia yang tahu kapan maut akan menjemputnya. Belum pernah dengar ada yang mau mencari tahu, lebih baik tidak tahu karena sudah pasti ketakutan yang akan melanda. Kalau ada yang mencoba memaksakan kematiannya banyak yang sudah kudengar, lumayan banyak yang kutahu. Menantang tuhan, meminta agar lebih cepat diambil nyawanya. Tak lagi melihat harapan yang tertutup setumpuk masalah yang mendera. Bosan dengan hidup yang tantangannya itu-itu saja, lebih banyak menderita. Mati menjadi satu-satunya pilihan yang paling gampang dan cepat penyelesaiannya, sayang sekali memang.
Bukan lagi bagaimana bisa berguna untuk orang lain tapi bagaimana orang lain sudah tidak bisa membuatnya merasa berguna di dunia ini. Pikiran yang terdengar egois ini yang membuat hidup terasa membosankan dan mati adalah satu-satunya jalan. Parah memang tapi level seperti ini tidak serta merta bisa disamaratakan. Hal yang bagi sebagian kita sangat sepele ternyata bisa begitu beratnya ditanggapi orang lain. Tidak ada baju baru pada waktu lebaran tiba, tidak ada pesta ketika semua teman marayakan ulangtahunnya, yang seperti ini pernah kudengar sebagai alasan seseorang yang masih belia berusaha mengakhiri hidupnya.
Anugerah yang kadang bagi sebagian orang juga sekaligus petaka, hukuman, adalah nyawa yang melekat pada raga kita, hidup. Bayi yang lahir di tengah-tengah keluarga baru yang mendamba sosok kecil sebagai penerus trah keluarga, sebuah pembuktian, sebuah kebanggaan, pastilah dianggap sebuah anugerah. Yang terjadi pada bayi yang lahir dari seorang perempuan yang belum siap menjadi ibu dianggap sebaliknya, sebuah petaka. Bayi yang kemudian ditemukan di antara sampah, di sebuah kebun bahkan ada yang terapung di sungai tanpa nyawa. Bukan bosan hidup tapi hidupnya dianggap tak ada gunanya bahkan oleh ibunya sendiri. Tentu saja ayahnya harus ikut bertanggungjawab karena bayi tidak akan lahir dari sel telur saja.
Anugerah atau petaka bisa menjadi pertanyaan yang mudah sekaligus sulit yang hanya kita sendiri yang tahu jawabannya. Merasa berguna tentunya bagus, tidak sia-sia tuhan meminjami nyawa pada kita. Merasa bencana karena tak lagi melihat manfaat dari hidup yang lebih sering menyakitkan daripada menyenangkan, pikirkan kembali. Bagus tidaknya semua ada di kepala. Bukankah ada sebuah perkataan yang cukup masuk akal bahkan sangat masuk akal kalau kita adalah apa yang kita pikirkan. Cantik jika kamu pikir kamu cantik karena meskipun semua mata selalu terpana melihatmu tapi jika kamu selalu berpikir kekuranganmu, bahwa ada yang tidak tepat di wajahmu, kecantikan itu tidak akan pernah terasa dan bisa jadi tidak akan terlihat lagi auranya.
Hidup jika kamu pikir kamu masih hidup dan pantas untuk hidup karena jika kematian yang dipikirkan setiap saat dan tak ada guna nyawa melekat di badan tentu memang tak ada bedanya dengan mayat berjalan. Jadi ketika rasa bosan pada hidup menyerang, bagaimana kita menyikapinya? Menghidupkan hidup yang membosankan adalah sebuah tantangan yang akan sangat berat kita jalani terlebih ketika tak ada keluarga yang bisa memberi dukungan, tak ada teman yang bisa diajak berbagi. Pada poin ini kita manusia memang benar tidak akan bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain dan orang lain membutuhkan kita. Satu alasan saja, setidaknya, adanya rasa dibutuhkan orang lain akan membuat kita yang mungkin sedang merasa tidak berguna atau bosan hidup menepiskan pikiran untuk mengakhiri hidup. Kita berguna karena kita tahu tuhan tidak menciptakan apapun di dunia ini dengan sia-sia. Mati sudah ada waktunya, tidak perlu dipaksa. Jadi jika saat ini ada yang dilanda rasa bosan pada hidup, mati saja atau terima tantangan ini dan tunjukkan kalau kamu tidak sia-sia?

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH DRAMA MINAK JINGGO DAN DAMARWULAN

Contoh Naskah Drama Teatrikal (Kampanye Stop KDRT Jateng 2016)

Contoh Script Acara Televisi (Tugas Produksi Tv)